PENDIDIKAN NILAI HAKIKI
DALAM KELUARGA
Oleh : Wisnu Wardhono
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Lingkungan keluarga merupakan
lingkungan pendidikan pertama dan paling utama bagi anak. Keluarga sebagai
peletak dasar dan penanaman awal nilai-nilai moral pada anak. Karena dalam keluarga inilah anak
pertama-tama mendapatkan didikan dan bimbingan. Dikatakan lingkungan yang
utama, karena sebagian besar dari kehidupan anak adalah didalam keluarga,
sehingga pendidikan yang paling banyak diterima oleh anak adalah di dalam
keluarga. Keluarga menjadi faktor penentu dalam memberikan warna bagi seorang
anak. Untuk itu penanaman nilai-nilai hakiki serta nilai moral atau pendidikan
bagi anak sejak dini sangat berguna bagi anak dalam pembentukan sikap dan
mentalnya.
Tugas utama dari keluarga bagi
pendidikan anak ialah sebagai peletak dasar bagi pendidikan akhlak dan
pandangan hidup keagamaan. Sifat dan tabiat anak sebagian besar diambil dari
kedua orang tuanya dan dari anggota keluarga yang lain. Dengan demikian
terlihat betapa besar tanggungjawab orang tua terhadap anak. Bagi seorang anak, keluarga merupakan
persekutuan hidup pada lingkungan keluarga dimana ia menjadi pribadi atau diri
sendiri. Keluarga juga merupakan wadah bagi anak dalam
konteks proses belajarnya untuk mengembangkan dan membentuk diri dalam fungsi
sosialnya. Disamping itu keluarga
merupakan tempat belajar bagi anak dalam segala sikap untuk berbakti kepada
Tuhan sebagai perwujudan nilai hidup yang tertinggi. Dengan demikian jelaslah
bahwa orang yang pertama dan utama bertanggungjawab terhadap kelangsungan hidup
dan pendidikan anak adalah orang tua.
B.
Pendidikan Nilai
Pendidikan secara hakiki merupakan
bantuan dalam rangka proses penyadaran yang meliputi sadar akan dirinya, sadar
akan lingkungan, sadar dengan sesama dan sadar dalam naungan Tuhan Yang Maha
Esa. Pendidikan adalah proses yang
terorganisasikan untuk membantu agar seseorang mencapai bentuk dirinya yang
benar sebagai manusia. Manusia diberi kebebasan, untuk menentukan wujudnya
sendiri, tidak ditentukan mutlak oleh faktor-faktor subjektif (bakat, niat,
dst) maupun faktor objektif dari luar (lingkungan). Bimbingan untuk mencapai
kepenuhan kemampuan disebut pendidikan. Dalam
pendidikan seorang manusia harus belajar mengetahui alam dan sesama manusia
berikut seluk beluk hubungannya satu sama lain sampai kepada Tuhan sendiri Pendidikan
adalah pemberian bimbingan dan bantuan rohani bagi yang memerlukan (M.J
Langeveld). Nilai adalah hakekat suatu hal, yang menyebabkan hal itu pantas di
kejar oleh manusia demi peningkatan kualitas manusia demi peningkatan kualitas
manusia atau pantas dicintai, dihormati, dikagumi, atau yang berguna untuk
suatu tujuan (Driyarkara, N. 1969). Pendidikan nilai merupakan sentral dalam
pendidikan karena pendidikan itu pemanusiaan.
Manusia hanya menjadi mungkin bila dia
berbudi, berhati dan berkehendak serta mengaktualisasikan dan mengembangkan
budi, hati dan kehendaknya. Pendidikan nilai mengandaikan pandangan hidup dan
pandangan manusia tentang dunia dan Tuhan secara menyeluruh (weltanschaung)..
Pendidikan pada hakekatnya adalah
proses pemanusiaan dan pemanusiawian, maka petugas utama proses pendidikan
adalah si manusia peserta didik sendiri peran pembantu utama adalah orang tua
karena dalam setiap terjadinya manusia adalah perkenan Tuhan. Sumber pendidikan
adalah kodrat manusia, maka hak pertama atas proses pendidikan ada di tangan
rakyat dengan pembantu pertama adalah orang tua, masyarakat dan pemerintah.
Untuk itu pendidik harus memiliki ilmu mendidik, psikologi, antropologi,
kosmologi, filsafat dan teologi.
BAB II
KAJIAN TEORI / ULASAN
A.
Peran Orang Tua Dalam Pendidikan
Nilai Hakiki
Berangkat dari tanggungjawab maka peranan orang tua menjadi
penentu bagi perkembangan watak seorang anak baik dilihat dari sisi keagamaan,
sosial maupun emosionalnya. Keluarga khususnya orang tua merupakan penanaman
utama dasar- dasar moral bagi anak, yang biasanya tercermin dalam sikap dan
prilaku orang tua sebagai suri tauladan yang dapat dicontoh anak. Seperti kata
pepatah “Buah Tidak Jatuh Jauh dari Pohonnya”.
Begitu juga sikap dan prilaku serta moral seorang anak tidak
jauh berbeda dari orang tuanya, karena mereka merupakan contoh bagi anak. Oleh
sebab itu orang tua mempunyai peranan besar dalam pembentukan moral seorang
anak. Jika yang contoh yang baik diperoleh oleh anak maka ia akan menjadi anak
yang baik, tetapi jika contoh yang buruk yang diperoleh maka menjadi buruklah -
moral anak tersebut
Menurut Ki Hajar Dewantara, rasa cinta, rasa bersatu dan
lain-lain perasaan dan keadaan jiwa yang pada umumnya sangat berfaedah untuk
keberlangsungannya pendidikan, teristimewa pendidikan budi pekerti, terdapatlah
didalam hidup keluarga dalam sifat yang kuat dan murni, sehingga tak dapat
pusat-pusat pendidikan lain menyamainya. Segala nilai yang dikenal oleh anak
baik yang diperoleh di keluarga maupun di sekolah akan melekat pada dirinya,
dan akan menjadi bekal hidupnya kelak dalam bergaul. Nilai tersebut diperoleh
oleh anak melalui peletakan dasar-dasar pendidikan sosial anak. Sebab pada
dasarnya keluarga merupakan lembaga sosial resmi yang minimal terdiri dari
ayah, ibu dan anak.
Perkembangan benih-benih kesadaran nilai pada anak-anak
dapat dipupuk sedini mungkin, terutama lewat kehidupan keluarga yang penuh rasa
kasih sayang, tolong menolong, gotong royong secara kekeluargaan, menolong
saudara atau tetangga yang sakit, bersama-sama menjaga ketertiban, kedamaian,
kebersihan dan keserasian serta ikut menjaga dan melestarikan lingkungan
sekitar.
Sehingga dengan pemupukan nilai-nilai hakiki kepada anak
sejak dini, anak akan tumbuh menjadi orang dewasa yang memiliki rasa kepedulian
yang tinggi, tidak mementingkan kepentingan pribadi. Ia akan tumbuh menjadi
orang yang perasa dan pemurah, serta peka terhadap kondisi lingkungan. Tidak
menjadi sosok yang apatis, lebih mementingkan diri sendiri serta bersikap masa
bodoh terhadap orang disekitarnya.
B. Menghadapi Perubahan Nilai
Rendahnya pendidikan masyarakat,
sistem pendidikan yang tidak mapan, struktur ekonomi yang keropos, serta jati
diri bangsa yang belum terinternalisasikan, menjadikan bangsa rentan terhadap
nilai-nilai baru yang datang dari luar. Nilai-nilai Barat yang sebagian
berseberangan dengan nilai-nilai ketimuran dengan mudah diadopsi, terutama oleh
generasi muda. Nilai yang mudah ditiru pada umumnya adalah nilai-nilai yang
berisi kesenangan, permainan, dan hedonisme yang sering kali membawa dampak
buruk. Sebaliknya, nilai-nilai positif dari Barat seperti kecerdasan dan
kemajuan iptek tidak diserap dengan baik.
Demikian pula perkembangan budaya
dan pola berpikir masyarakat yang materialistis dan sekularis, maka nilai yang
bersumberkan agama belum diupayakan secara optimal. Agama dipandang sebagai
salah satu aspek kehidupan yang hanya berkaitan dengan aspek pribadi dan dalam
bentuk ritual, karena itu nilai agama hanya menjadi salah satu bagian dari
sistem nilai budaya; tidak mendasari nilai budaya secara keseluruhan. Pelaksanaan ajaran agama dipandang cukup
dengan melaksanakan ritual agama, sementara aspek ekonomi, sosial, dan budaya
lainnya terlepas dari nilai-nilai agama penganutnya atau dengan kata lain
pelaksanaan ritual agama (ibadah) oleh seseorang terlepas dari perilaku
sosialnya. Padahal, ibadah itu sendiri memiliki nilai sosial yang harus melekat
pada orang yang melaksanakannya, misalnya orang yang salat ditandai dengan
perilaku menjauhkan dosa dan kemunkaran, puasa mendorong orang untuk sabar,
tidak emosional, tekun, dan tahan uji
Menghadapi persoalan tersebut, di
kalangan ahli pendidikan sepakat untuk membina dan mengembangkan pendidikan
nilai, moral, dan norma. Nilai adalah patokan normatif yang mempengaruhi manusia dalam menentukan
pilihannya di antara cara-cara tindakan alternatif (Kupperman, 1983). Nilai
dilihat dalam posisinya adalah subjektif, yakni setiap orang sesuai dengan
kemampuannya dalam menilai sesuatu fakta cenderung melahirkan nilai dan
tindakan yang berbeda. Dalam lingkup yang lebih luas, nilai dapat merujuk
kepada sekumpulan kebaikan yang disepakati bersama. Ketika kebaikan itu menjadi
aturan atau menjadi kaidah yang dipakai sebagai tolok ukur dalam menilai
sesuatu, maka itulah yang disebut norma. Jadi nilai adalah harga yang dituju
dari sesuatu perilaku yang sesuai dengan norma yang disepakati. Sedangkan moral
adalah kebiasaan atau cara hidup yang terikat pada pertanggungjawaban seseorang
terhadap orang lain sehingga kebebasan dan tanggung jawab menjadi syarat
mutlak.
Nilai, moral, dan norma merujuk
kepada kesepakatan dari suatu masyarakat. Karena itu, nilai, moral, dan norma
akan berkembang sejalan dengan perkembangan masyarakat (relatif). Agama
dipadang sebagai sumber nilai (Nilai Hakiki) karena agama berbicara baik dan
buruk, benar, dan salah. Demikian pula, agama Islam memuat ajaran normatif yang
berbicara tentang kebaikan yang seyogianya dilakukan manusia dan keburukan yang
harus dihindarkannya. Islam memandang manusia sebagai subjek yang paling
penting di muka bumi sebagaimana diungkapkan Alquran (Q.S. 45:13) bahwa Allah
menundukkan apa yang ada di langit dan di bumi untuk manusia. Sedangkan ketinggian
kedudukan manusia terletak pada ketakwaannya, yakni aktivitas yang konsisten
kepada nilai-nilai Ilahiah yang diimplementasikan dalam kehidupan sosial.
Dilihat dari asal datangnya nilai,
dalam perspektif Islam terdapat dua sumber nilai, yakni Tuhan dan manusia.
Nilai yang datang dari Tuhan adalah ajaran-ajaran tentang kebaikan yang
terdapat dalam kitab suci. Nilai yang merupakan firman Tuhan bersifat mutlak,
tetapi implementasinya dalam bentuk perilaku merupakan penafsiran terhadap
firman tersebut bersifat relatif. Menelusuri
makna nilai dalam perspektif Islam dapat dikemukakan konsep-konsep tentang
kebaikan yang ditemukan dalam Alquran. Beberapa istilah dalam Alquran yang
berkaitan dengan kebaikan, yaitu alhaq dan al-ma'ruf .
Alhaq mengandung arti kebenaran yang datang dari Allah, sesuatu yang pasti
seperti datangnya hari akhir, dan lawan dari kebatilan. Alhaq dalam Alquran
dikaitkan dengan Alquran sebagai bentuk sumber dan Muhammad sebagai pembawa
yang menyampaikannya kepada manusia. Haq adalah kebenaran yang bersifat mutlak
dan datang dari Tuhan melalui wahyu. Manusia diminta untuk menerima dengan
tidak ragu-ragu mengenai kebenaran nilai tersebut (Q.S. 2:147). Haq bersifat
normatif, global, dan abstrak sehingga memerlukan penjabaran sehingga dapat dilaksanakan
secara operasional oleh manusia.
C.
Peran Orang tua dalam menanamkan Nilai-nilai
Peran
dan tanggungjawab orang tua dalam mendidik anak nilai-nilai hakiki dalam
keluarga sangat dominan sebab di tangan orang tuanyalah baik dan buruknya
akhlak anak. Pendidikan dan pembinaan merupakan hal paling penting dan sangat
mendesak untuk dilakukan dalam rangka menjaga stabilitas hidup. Dalam ajaran
agama Islam. Menurut Abdur Rahman
al-Bani pendidikan memiliki 4 unsur yaitu :
1. Menjaga
dan memelihara fitrah anak menjelang dewasa (baligh)
2. Mengembangkan seluruh potensi
3. Mengarahkan
seluruh fitrah dan potensi menuju kesempurnaan
4. Melaksanakannya
secara bertahap
Dari
pendapat tersebut bahwa yang dimaksud dengan pendidikan nilai-nilai meliputi unsur-unsur memelihara dan
mengembangkan potensi atau fitrah anak didik secara bertahap sesuai dengan
perkembangannya.
Orang
tua dituntut untuk dapat berperan aktif.
Oleh karena itu peranan orang tua
sebagai pendidik pertama dan utama dalam menanamkan nilai-nilai terhadap anak
yang bersumberkan ajaran agama Islam sangat penting dilakukan agar anak dapat
menghiasi hidupnya dengan akhlak yang baik sehingga anak dapat melaksanakan
fungsi sosialnya sesuai dengan norma agama, norma hukum dan norma kesusilaan.
Pembiasaan-pembiasaan
perilaku seperti melaksanakan nilai-nilai ajaran agama Islam (beribadah),
membina hubungan atau interaksi yang harmonis dalam keluarga, memberikan
bimbingan, arahan, pengawasan dan nasehat merupakan hal yang senantiasa harus
dilakukan oleh orang tua agar perilaku remaja yang menyimpang dapat
dikendalikan.
Pola
pendidikan dapat diupayakan melalui proses interaksi dan internalisasi dalam kehidupan
keluarga dengan menggunakan metode yang tepat seperti yang dikemukakan
an-Nahlawi (dalam Dahlan : 1992) bahwa metode pendidikan dan pembinaan akhlak
yang perlu diterapkan oleh orang tua dalam kehidupan keluarga adalah sebagai berikut :
1. Metode
hiwar (percakapan)
2. Metode
kisah
3. Metopde
mendidik dengan amtsal (perumpamaan)
4. Metode
mendidik dengan teladan
5. Metode
mendidik dengan pembiasaan diri dan pengalaman
6. Metode
mendidik dengan mengambil pelajaran dan (peringatan)
7. Metode
mendidik dengan membuat senang dan membuat takut
Materi
yang diberikan pada anak dalam pendidikan nilai-nilai sebaiknya tidak terlepas
dari ruang lingkup akhlak Islami yang mencakup berbagai aspek seperti yang
dikemukakan Hamzah (1996) diantaranya : akhlak terhadap Allah (hablum
minallah), akhlak terhadap manusia (hablum minannas), akhlak terhadap alam
semesta (hablum minal a’lam) dan akhlak terhadap diri sendiri (hablum
minnafsi).
BAB
III
KESIMPULAN
Berdasarkan
uraian yang telah dikemukakan di atas, maka dapat dikatakan bahwa keluarga
merupakan institusi sosial yang utama dalam membina nilai-nilai hakiki dalam
keluarga. Oleh karena itu orang tua sebagai tiang keluarga mempunyai peranan
yang sangat penting dan tanggungjawab yang besar dalam membina akhlak anak sebab
ditangan orang tuanyalah, orang menilai baik buruknya akhlak anak.
Untuk
menghindarkan dampak negatif akibat arus globalisasi dan informasi yang terjadi
pada saat ini, maka keluarga (orang tua) dituntut untuk menanamkan nilai-nilai hakiki (nilai agama Islam) dengan
memberikan contoh yang baik sehingga contoh baik ini dapat dijadikan landasan
dalam bersikap dan berperilaku serta menjadi tauladan bagi anak. Dengan demikian maka peranan keluarga dalam
pembinaan akhlak anak perlu ditingkatkan untuk mewujudkan generasi yang kuat,
sehat serta berakhlak kharimah
yang baik melalui peningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT,
peningkatan pola interaksi serta peningkatan disiplin dalam berbagai bidang
kehidupan.
Aktualisasi nilai-nilai agama dalam
kehidupan sekarang ini menjadi sangat penting terutama dalam memberikan isi dan
makna kepada nilai, moral, dan norma masyarakat. Apalagi pada masyarakat Indonesia yang sedang
dalam masa pancaroba ini. Aktualisasi
nilai dilakukan dengan mengartikulasikan nilai-nilai ibadah yang bersifat
ritual menjadi aktivitas dan perilaku moral masyarakat sebagai bentuk dari
kesalehan sosial.
DAFTAR PUSTAKA
Abul Quasem, 1988, Etika Al-Ghazali, Pustaka Bandung.
An-Nahlawi, Penyunting M.D Dahlan, 1992
Prinsip-Prinsip Metoda Pendidikan Islam, Dalam Keluarga, Di
Sekolah dan Di Masyarakat, Diponogoro, Bandung.
Bagus, Lorens, 1996. Kamus
Filsafat, Jakarta: Gramedia
Hamzah
Ya’qub, 1996, Etika Islam Pembinaan Akhlakul Karimah, Diponogoro, Bandung.
http//teras
kita.wordpress.com/2009/ Pendidikan
Agama Islam Dengan Penenaman Nilai dan
Pembiasaan,
http//bbawor.blogspot.com/2008/08/28/penanaman
nilai moral untuk anak sejak dini
Kaswardi, Pendidikan Nilai Memasuki tahun 2000,
(Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia,
1993), h. 78
Tidak ada komentar:
Posting Komentar