PEMBELAJARAN PARTISIPATIF
Oleh :
Wisnu Wardhono
Abstraks
Pembelajaran
partisipatif pada intinya dapat diartikan sebagai upaya pendidik untuk mengikut
sertakan mahasiswa dalam kegiatan pembelajaran yaitu dalam tahap perencanaan
program, pelaksanaan program dan penilaian program. Dalam pendekatan
partisipatif prinsip kesetaraan dan kemitraan menjadi lebih penting. Karena kita menganggap bahwa setiap informasi yang dikeluarkan oleh partisipan
dianggap penting. Sehingga diharapkan sekecil apapun informasi yang disampaikan
oleh partisipan menjadi pelengkap, perbaikan konsep yang telah disepakati
bersama. Pendekatan partisipatif harus mengikuti prinsip-prinsip : Kesetaraan
dan kemitraan, transparansi, kesetaraan kewenangan, keseteraan tanggung
jawab,pemberdayaan, dan kerjasama. Peran
aktif dari seluruh peserta sangat diperlukan sehingga belajar dan berfikir
bersama dalam proses sinergi termasuk di dalamnya berbagi pengalaman untuk
mendapatkan generalisasi dan belajar dari pengalaman yang ada. Kunci monitoring dan evaluasi secara partisipatif, masyarakat haruslah berperan aktif bukan
sekedar sumber informasi, juga melalukan berbagai kegiatan untuk
memperoleh berbagai pengalaman belajar sesuai tuntutan tujuan belajar di
perguruan tinggi yang ingin dicapai .
A. PENDAHULUAN
Pendidikan
merupakan kebutuhan yang sangat vital
dalam kehidupan umat manusia. Karena secara factual pendidikan menjadi titik pijak yang utuh dalam rangka membangun kehidupan yang berperadaban, baik kehidupan yang bersifat pribadi,
keluarga, masyarakat, bangsa dan
negara. Demikian pula, pendidikan
telah menjadi idealisasi setiap insan sebagai
acuan untuk memberikan ukuran konkret tentang maju dan tidaknya sebuah peradaban.
Dalam
pembelajaran itu sendiri terkandung upaya
pemenuhan material dan spritual oleh manusia agar bisa tumbuh sebagai manusia normal dan sehat. Asumsi
tersebut memberikan ilustrasi sangat jelas tentang fungsi mendasar dan universal pendidikan dalam membentuk jati diri yang utuh dengan berpangkal pada satu
komitmen pengembangan bukan hanya
pengembangan intelektualitas tetapi juga ritualitas Dengan demikian, pendidikan
harus mampu menjadi jembatan aktif
untuk memberikan lompatan-lompatan kesadaran secara bertahap yang oleh Paulo Friere diistilahkan dengan
lompatan kesadaran naïf (Naival Consciousness), kesadaran magis (Magical Consciousness) dan
kesadaran kritis (Critical Consciousness). Dari
kesadaran untuk bebas yang pada gilirannya akan membangkitkan
semangat baru untuk menempatkan kembali hakikat kemanusiaan yang dalam tataran idealnya mempunyai naluri insaniyah untuk bebas.
Inilah yang oleh
Freire disebut dengan humanisasi (memanusiawikan
manusia). Pendidikan secara substansial merupakan
upaya untuk menempatkan secara normal prinsip-prinsip dasar kemanusiaan dan memposisikan kembali idealisasi kemanusiaan demi terbentuknya paradigma berpikir
kemanusiaan yang bebas dan kritis. Kemudian,
kalau humanisasi menjadi target ideal yang pada akhirnya harus memunculkan akibat jelas terhadap posisi kemanusiaan, maka langkah awal yang menjadi
pertimbangan bersama akan kembali
pada satu komitmen untuk merekonstruksi arah
pandang dan corak paradigma transformasi beku dan kaku dalam proses pendidikan ke arah yang partisipatif-transformatif, karena
dosen bukan lagi dijadikan sebagai sosok centralteacher
yang dalam prakteknya notabene
menyempitkan ruang gerak partisipasi
perserta didik.
Berdasarkan pengalaman program ini, pendekatan yang
dianut dalam proses pembelajaran adalah melalui pendekatan pendidikan orang dewasa (adult education) atau andragogi melalui daur belajar berdasarkan
pengalaman (experential learning cycle)
dan belajar sambil bekerja (learning by
doing). Melalui pendekatan Androgogi
tersebut menimbulkan implikasi metodologis peranan peserta dan peranan pelatih
dan manejemen kelas maupun sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam proses
pembelajaran yang selama ini sering diabaikan. Pada kegiatan daur belajar
berdasarkan pengalaman (Experential
Learning Cycle) peran fasilitator ialah menciptakan suasana yang kondusif
didalam memproses terjadinya proses belajar, dengan berbagai metode dan teknik
yang memungkinkan terjadinya dinamika dalam proses belajar.
Konsep model pembelajaran di atas, menurut
Paulo Friere bertujuan untuk mengganti model pembelajaran konvesional, yakni
model pembelajaran Teacher Centered Learning (TCL). Model
pembelajaran ini banyak mengandung kelemahan karena dosen menempatkan dan
memposisikan diri sebagai teacher bukan educator.
Pada model pembelajaran ini mahasiswa menjadi pasif dan hanya menerima apa yang
disampaikan atau diberikan oleh dosen. Begitu pula, seakan guru menganggap
mahasiswa belum memiliki pengetahuan, bahkan menganggap gurulah yang paling
pintar dan hebat. Sebaliknya, model partisipasi memiliki banyak kelebihan,
antara lain : mahasiswa lebih bersifat aktif, mahasiswa dianggap memiliki
potensi yang sama dengan dosen, dan dosen berperan sebagai pendidik (educator),
dosen bersama mahasiswa belajar bersama, dan dimungkinkannya guru memperoleh
pengetahuan baru dari siswanya.
Pembelajaran partisipatif pada intinya dapat diartikan
sebagai upaya pendidik untuk mengikutsertakan mahasiswa dalam kegiatan
pembelajaran yaitu dalam tahap perencanaan program, pelaksanaan program dan
penilaian program. Partisipasi pada
tahap perencanaan adalah keterlibatan mahasiswadalam kegiatan mengidentifikasi
kebutuhan belajar, permasalahan, sumber-sumber atau potensi yang tersedia dan kemungkinan
hambatan dalam pembelajaran. Partisipasi
dalam tahap pelaksanaan program kegiatan pembelajaran adalah keterlibatan mahasiswadalam
menciptakan iklim yang kondusif untuk belajar. Dimana salah satu iklim yang
kondusif untuk kegiatan belajar adalah pembinaan hubungan antara peserta didik,
dan antara mahasiswadengan pendidik sehingga tercipta hubungan kemanusiaan yang
terbuka, akrab, terarah, saling menghargai, saling membantu dan saling belajar.
Sedangkan partisipasi dalam tahap penilaian program pembelajaran adalah
keterlibatan mahasiswadalam penilaian pelaksanaan pembelajaran maupun untuk
penilaian program pembelajaran. Penilaian pelaksanaan pembelajaran mencakup
penilaian terhadap proses, hasil dan dampak pembelajaran.
Makalah ini
ditulis dengan tujuan mengulas metode
pembelajaran partisipatif, yakni
bagaimana menarik benang merah fungsi metode pembelajaran dapat diterapkan kedalam proses belajar mengajar sehingga dapat menjadi alternatif model
acuan penyelenggaraan pendidikan
di
perguruan tinggi.
B. KAJIAN TEORI DAN FAKTA
Adalah suatu proses kegiatan yang melibatkan berbagai pihak terkait (Stakeholder) yang dimulai diproses
penjajagan kebutuhan, permasalahan
dan potensi, sampai dengan penentuan dan pengambilan keputusan dalam perumusan
tujuan yang diharapkan serta langkah-langkah yang perlu ditempuh untuk mencapai
tujuan tersebut. Dalam
pendekatan partisipatif ada beberapa jenis partisipatif dengan karakteristik masing-masing,
diantaranya adalah :
1)
Jenis partisipasi pasif, orang-orang berpartisipasi setelah diberitahu
apa yang sudah dan akan terjadi. Hal ini
merupakan suatu penyampaian yang sifatnya unilateral oleh sebuah manajemen
administrai atau proyek tanpa mendengar tanggapan orng lain. Informasi yang
disampaikan hanya bersal dari professional dari luar.
2)
Partisipasi dalam pemberian informasi, orang
berpartisipasi dengan cara menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh peneliti
yang cermat dengan menggunakan cara penelitian
kuesioner atau pendekatan serupa. Orang-orang tidak tidak punya
kesempatan untuk mempengaruhi cara kerja, dimana temuan-temun dari peneliti
tidak diumumkan atau diuji ketepannya.
3)
Partisipasi dengan cara konsultasi, Jenis ini
orang-orang diajak konsultaasi untuk mendefinisikan masalah dan solusi dan tidak ada andil dalam pengambilan
keputusan.
4)
Partisipasi Insentif Material, partisipasi ini berpartisipasi
dengan cara menyediakan tenaga kerja sebagai pengganti insentif dan tidak
terlibat dalam percobaan/ proses belajar.
5)
Partisipasi Fungsional, Orang berpartisipasi dengan
bentuk kelompok untuk mencapai sasaran yang sudah ditetapkan sebelumnya. Tidak terlibat tahap awal, tetapi sesudah
dibuat keputusan-keputusan penting.
6)
Partisipasi Interaktif,
Orang berpartisipasi dalam analisa bersama menuju rencana
tindakan/pembentukan institusi local baru/ penguatan yang sudah ada. Proses belajar secara sistematis/terstruktur
membuat keputusan lokal.
7)
Mobilisasi Pribadi, Orang berpartisipasi dengan
mengambil inisiatif secara independent untuk merubah sistem, tidak terpengaruh oleh
institusi luar untuk merubah sistem-sistem.
Mereka memegang kendali atas bagaimana sumber daya digunakan.
Dalam pendekatan partisipasi diharapkan akan meningkatkan
dan memperbaiki perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan/evaluasi program
berdasarkan aspirasi, prakarsa, potensi dan permasalahan yang dihadapi. Juga
meningkatkan efektifitas dan efesiensi karena timbulnya rasa memiliki dari
berbagai pihak yang semakin tinggi terhadap proses untuk mencapai tujuan
pembelajaran.
Peningkatan keberlanjutan (Sustainability)
penajaman pengetahuan dan dampak yang sustainable
education menyebabkan semakin banyak orang yang mempunyai komitmen dan
tanggung jawab untuk mengembangkan pembelajaran, transparansi dan tanggung
jawab semua pihak melalui pemberian informasi yang tepat dan benar serta
wewenang yang jelas untuk mengambil inisiatif dan keputusan.
1. Konsep
Pembelajaran Partisipatif
Pembelajaran partisipatif pada intinya dapat diartikan sebagai upaya
pendidik untuk mengikut sertakan mahasiswadalam kegiatan pembelajaran yaitu
dalam tahap perencanaan program, pelaksanaan program dan penilaian program.
Partisipasi pada tahap perencanaan adalah keterlibatan mahasiswadalam kegiatan
mengidentifikasi kebutuhan belajar, permasalahan, sumber-sumber atau potensi
yang tersedia dan kemungkinan hambatan dalam pembelajaran.
Partisipasi dalam tahap pelaksanaan program kegiatan pembelajaran adalah
keterlibatan dosen dalam menciptakan iklim yang kondusif untuk belajar. Dimana
salah satu iklim yang kondusif untuk kegiatan belajar adalah pembinaan hubungan
antara mahasiswa dengan mahasiswa, mahasiswa dengan pendidik sehingga tercipta
hubungan kemanusiaan yang terbuka, akrab, terarah, saling menghargai, saling
membantu dan saling belajar. Partisipasi dalam tahap penilaian program
pembelajaran adalah keterlibatan mahasiswadalam penilaian pelaksanaan
pembelajaran maupun untuk penilaian program pembelajaran.
Penilaian
pelaksanaan pembelajaran mencakup penilaian terhadap proses, hasil dan dampak
pembelajaran. Prinsip-prisip utama
kegiatan pembelajaran partisipatif meliputi: 1) berdasarkan kebutuhan belajar
2) berorientasi pada tujuan kegiatan belajar, 3) berpusat pada warga belajar,
4) belajar berdasarkan pengalaman, 5) kegiatan belajar dilakukan bersama oleh
warga belajar dengan sumber belajar dalam kelompok yang terorganisasi, 6)
kegiatan pembelajaran merupakan proses kegiatan saling membelajarkan, 7)
kegiatan pembelajaran diarahkan pada tujuan belajar yang hasilnya dapat
langsung dimanfaatkan oleh warga belajar, 8) kegiatan pembelajaran menitik
beratkan pada sumber-sumber pembelajaran yang tersedia dalam masyarakat dan 9)
kegiatan pembelajaran sangat memperhatikan potensi-potensi manusiawi warga
belajar. Selain itu, pembelajaran partisipatif sebagai kegiatan pembelajaran
juga memperhatikan prinsip proses stimulus dan respons yang di dalamnya
mengandung unsur-unsur kesiapan belajar, latihan, dan munculnya pengaruh pada
terjadinya perubahan tingkah laku.
Pembelajaran partisipatif sebagai kegiatan belajar lebih memperhatikan
kegiatan-kegiatan individual dan mengutamakan kemampuan dosen, menekankan
pentingnya pengalaman dan pemecahan masalah, dan memfokuskan pada manfaat
belajar bagi mahasiswa. Dengan
meminjam pemikiran Knowles, (Mulyasa,2003) menyebutkan indikator pembelajaran
partisipatif, yaitu : (1) adanya keterlibatan emosional dan mental peserta
didik; (2) adanya kesediaan mahasiswa untuk memberikan kontribusi dalam
pencapaian tujuan; (3) dalam kegiatan belajar terdapat hal yang menguntungkan mahasiswa.
2. Prinsip Pendekatan Pembelajaran Partisipatif
Dalam pendekatan partisipatif maka
prinsip kesetaran dan kemitraan menjadi lebih penting. Karena kita menganggap bahwa setiap informasi yang dikeluarksn oleh
partisipan dianggap penting. Sehingga diharapkan sekecil apapun informasi yang
disampaikan oleh partisipan menjadi pelengkap, perbaikan konsep yang telah
disepakati bersama. Masing-masing peserta tentu mempunyai kelebihan dan kekurangan, sehingga perlunya saling
mengisi dalam semangat kesetaraan dan kemitraan.
Transparansi dibangun atas dasar arus informasi yang bebas, seluruh
proses pengambilan keputusan dapat disampaikan secara terbuka dan dapat diakses
oleh pihak-pihak yang berkepentingan dan informasi yang tersedia harus memadai
agar dapat dimengerti dan dipantau oleh semua partisipan. Adapun prinsip dasar
dari pembelajaran partisipatif adalah :
a. Berpusat pada Mahasiswa
Model
pembelajaran partisipatif menempatkan mahasiswa sebagai pemain utama dalam
proses pembelajaran. Artinya
memberi kesempatan
seluas-luasnya kepada mahasiswa untuk mempelajari
materi pelajaran secara aktif. Di saat yang sama, dosen juga lebih berperan
dalam memfasilitasi para mahasiswanya belajar. Beberapa fasilitasi tersebut
seperti menugaskan melaksanakan riset, memberi mereka peluang untuk
mempresentasikan hasil kajian, berdiskusi dengan peer group, dan belajar menyimpulkan hasil diskusinya.
b. Berangkat dari Pengalaman Belajar (Experiential learning)
Pengalaman
belajar (experiential learning) memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk
melakukan kegiatan-kegiatan belajar secara aktif., menurut. Kolb D.A. (1984)
Pengalaman belajar (experiential
learning) adalah proses belajar, proses perubahan yang menggunakan
pengalaman sebagai media belajar atau pembelajaran. Pembelajaran dilakukan
melalui refleksi dan juga melalui suatu proses pembuatan makna dari pengalaman
langsung, berfokus pada proses pembelajaran untuk masing-masing individu dan pendekatannya
dipusatkan pada mahasiswa yang dimulai dengan landasan pemikiran bahwa
orang-orang belajar terbaik itu dari pengalaman. serta pengalaman belajar yang
akan benar-benar efektif, harus menggunakan seluruh roda belajar, dari
pengaturan tujuan, melakukan observasi dan eksperimen, memeriksa ulang, dan
perencanaan tindakan.
Demikian pula dalam pembelajaran partisipatif mahasiswa diarahkan
untuk mendapatkan pengalaman belajar lebih banyak melalui keterlibatan secara
aktif dan personal, dibandingan bila mereka hanya membaca suatu materi atau
konsep. Dengan demikian, belajar berdasarkan pengalaman lebih terpusat pada
pengalaman belajar yang bersifat terbuka dan mahasiswa mampu membimbing dirinya
sendiri. serta pembelajarannya harus banyak
diisi dengan kegiatan-kegiatan yang dapat mendorong dan menumbuhkembangkan rasa
ingin tahu mahasiswa dan diharapkan dapat menyedot seluruh perhatian mahasiswa.
c.
Berorientasi pada Tujuan (goals oriented)
Prinsip ini mengandung arti bahwa
kegiatan pembelajaran partisipatif direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai
tujuan belajar yang telah ditetapkan sebelumnya. Orientasi Tujuan kerap dihubungkan dengan hasil
pembelajaran. Ketika mahasiswa menggunakan orientasi tujuan, dapat diprediksi
hasil belajar mahasiswa tersebut baik. Menurut Anderman & Wolters, 2006, “riset
menemukan indikasi mahasiswa yang menggunakan orientasi tujuan membuahkan hasil
adaptif“. mahasiswa akan tetap
mengerjakan tugas-tugas akademik meskipun sulit, membutuhkan waktu lama, mau
terlibat dalam tugas, menggunakan strategi proses kognitif yang efektif, kecil
kemungkinan memiliki perilaku yang merugikan, dan memilih melanjutkan
menyelesaikan tugas meskipun opsional.
d.
Menekankan Kerja Sama
Pembelajaran
partisipatif ditandai dengan interaksi antara pendidik dan peserta didik, dan menekankan pada kerja sama tim. Kerjasama dalam proses pembelajaran ini merupakan
salah satu usaha untuk mencapai hasil belajar yang optimal, oleh sebab itu
dosen dianjurkan membiasakan diri menggunakan komunikasi banyak arah atau
komunikasi sebagai transaksi, yakni komunikasi yang tidak hanya melibatkan
interaksi dinamis antara dosen dengan mahasiswa melainkan juga melibatkan
interaksi dinamis antara mahasiswa yang satu dengan mahasiswa yang lainnya.
Zaltman et.al (Isjoni, 2009: 36)
siswa yang
sama-sama bekerja dalam kelompok akan menimbulkan persahabatan yang akrab, yang
terbentuk di kalangan siswa, ternyata sangat berpengaruh pada tingkahlaku atau
kegiatan masing-masing secara individual.Dengan adanya kerjasama dalam
pembelajaran, siswa dapat mengembangkan pengetahuan, kemampuan, dan
keterampilan secara penuh dalam suasana belajar yang terbuka dan demokratis.
Topping KJ., Jean Campbell, Walter Douglas, dan Andrea Smith (2003)
dijelaskan bahwa “kerjasama pembelajaran pada pembelajaran partisipatif dapat
peningkatan interaksi verbal, kuantitas dan kualitas diskusi interaktif
mahasiswa, serta perilaku sosial dan bahasa tubuh mereka”. Dalam kerjasama
pembelajaran, kesetaraan sangat penting, semua peserta/partisipan mempunyai
kesempatan sama dalam mengajukan pendapat atau ide. Memperbaiki, mempertahankan
keputusan yang telah disepakati. Partisipan juga mempunyai kesetaraan tanggung
jawab, partisipan harus bertanggung jawab atas apa yang telah diputuskan secara
kolektif ini, serta mempertahankan dan mengembangkannya.
Pemberdayaan (Empowerment),
potensi yang ada diberdayakan dengan sebaik-baiknya, dengan mengedepankan
semangat konsensus. Ide maupun usulan
harus ditampung dan disempurnakan sehingga hasil keputusan benar-benar suatu
konsep yang memang terbaik bagi semua pihak. Dalam pendekatan partisipatif
semangat kerjasama harus dikedepankan, dengan
semangat kebersamaan. Untuk kita dari kita demi untuk kepentingan kita,
sehingga segala keputusan merupakan hasil pertimbangan, tanggapan, temuan,
penyampaian dan keputusan bersama.
3. Manfaat
Pendekatan Pembelajaran Partisipasi
Menurut Sudjana (2005:39), manfaat Pembelajaran Metode Partisipatif bagi
peserta didik ada lima hal, yaitu:
a.
Kegiatan pembelajaran partisipatif dilakukan secara
bersama oleh peserta didik dengan bimbingan pendidik dalam kelompok-kelompok
belajar yang terorganisasi.
b.
Kegiatan Pembelajaran Partisipatif merupakan
peningkatan proses pendidikan tradisional yang sering didominasi oleh guru
menuju kegiatan interaksi pembelajaran antara peserta didik dengan pendidik.
c.
Kegiatan Pembelajaran Partisipatif berorientasi pada
tujuan belajar yang hasilnya diharapkan langsung dapat dimanfaatkan oleh
peserta didik untuk meningkatkan sikap dan prilaku hidup bersama secara
harmonis, serta untuk mengembangkan partisipatif peserta didik dalam kegiatan
sosio dan pembangunan masyarakat.
d.
Kegiatan pembelajaran menitikberatkan pada penggunaan
sumber-sumber yang tersedia dimasyarakat, baik sumber daya manusia maupun
sumber daya alam, sehingga terwujud kegiatan belajar dengan kepekaan yang
tinggi terhadap pemberdayaan dan pelestarian lingkungan.
e.
Kegiatan Pembelajaran Partisipatif lebih memperhatikan
segi kemanusiaan peserta didik dengan menghargai potensi dan kemampuan yang ia
miliki serta dengan menekankan upaya fasilitas oleh pendidik terhadap kegiatan
peserta didik dalam memanfaatkan lingkungan potensi dan menampilkan kemampuan
untuk melakukan kegiatan berfikir dan berbuat secara bersama dalam mencapai
tujuan belajar yang mereka tetapkan.
Kegiatan pembelajaran peserta didik dapat belajar dari berbagai sumber,
baik yang ada dilingkungan kampus atau yang ada dalam kelas maupun yang ada
diluar kelas, dimasyarakat sekitar, sehingga terwujud kegiatan belajar. Mahasiswa
juga memanfaatkan lingkungan potensi dan menampilkan kemampuan untuk melakukan
kegiatan berfikir sehingga tercipta tujuan pembelajaran yang diinginkan.
4. Peran Pendidik dalam Pembelajaran Partisipatif
Peran dosen dalam pembelajaran partisipatif lebih
banyak sebagai motivator, fasilitator, dan partner dalam proses pembelajaran sehingga mempengaruhi terhadap intensitas
peranan pendidik dalam pembelajaran. Menurut Knowles dan Cronne, peranan sumber
belajar mencakup: 1) menciptakan dan mengembangkan situasi kegiatan belajar
partisipatif, 2) menekankan peranan warga belajar yang melaksanakan kegiatan
belajar, dan 3) sumber belajar dituntut agar mampu menyusun dan mengembangkan
strategi pembelajaran partisipatif.
Proses pembelajaran partisipatif sebagaimana telah dipaparkan di atas,
mengandung makna bahwa keaktifan mahasiswa sebagai peserta belajar lebih dominan,
guru berfungsi sebagai motivator dan fasilitator dalam mengarahkan, membimbing
siswa mulai dari identifikasi masalah, perencanaan pembelajaran, pelaksanaan,
monitoring dan evaluasi hingga kegiatan tindak lanjut dari hasil yang dicapai. Pada awal pembelajaran, intensitas peran
pendidik sangat tinggi yaitu untuk menyajikan berbagai informasi bahan ajar, memberikan motivasi serta memberikan
bimbingan kepada mahasiswa
dalam melakukan pembelajaran, tetapi makin lama makin menurun intensitas
perannya digantikan oleh peran yang sangat tinggi dari mahasiswa untuk berpartisipasi
dalam pembelajaran secara maksimal.
Peran guru seperti ini menuntut memiliki
kemampuan untuk menciptakan kondisi sedemikian rupa untuk melibatkan mahasiswa
dalam mengidentifikasi, menyusun dan mengembangkan materi, serta menilai bahan
(materi) pembelajaran sesuai kebutuhan mahasiswa dan tujuan-tujuan belajar.
Dengan demikian, berarti dosen harus memiliki kemampuan yang lebih tentang
berbagai aspek yang berkaitan dengan pembelajaran, sehingga perannya sebagai
motivator dan fasilitator dapat terlaksana dengan baik.
Dosen harus mampu membawa siswa untuk
membuka wawasan mereka terhadap masalah-masalah yang dihadapi mereka baik
secara lokal maupun secara global, baik secara parsial dan maupun secara multi
dimensi dengan keterkaitan di antara aspek-aspek tersebut. Dosen harus mampu
membawa mahasiswa untuk menganalisis berbagai tujuan yang bermakna dalam
kegiatan menyusun tujuan-tujuan belajar yang ingin dicapai dalam setiap proses
pembelajaran yang berlangsung.
C. ULASAN
Membangun/mengembangkan
pendekatan parsisipatif , budaya
partisipatif dan
menerapkannya dalam pelaksanaannya bukanlah suatu pekerjaan yang mudah, banyak
kendala dan permasalahan yang dihadapi, juga banyak faktor yang mempengaruhi
mulai dari aspek kebijakan, kelembagaan, sumberdaya manusia dan metodologi
pendekatan pembelajaran partisipatif itu sendiri. Untuk itu perlu upaya untuk mengidentifikasi
kendala-kendala tersebut serta mencari alternative jalan keluar yang
diperlukan.
Dalam pelaksanaan pendekatan pembelajaran partisipatif haruslah mengikuti
prinsip berdasarkan kebutuhan mahasiswa,
keterlibatan semua pihak terkait, dan pengambilan keputusan atas kesepakan
dengan asumsi keputusan adalah yang tebaik. menurut kepentingan bersama. Pendekatan
pembelajaran partisipatif mempunyai tujuan peningkatan kemampuan (Pemberdayaan)
semua pihak yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam pelaksanaan
program.
Dalam metode pembelajaran
peran dosen sebagai
fasilitator memegang peranan yang sangat
penting. Fasilitator perlu benar-benar menguasai materi dan proses belajar yang
dikelolanya karena fasilitator harus menentukan arah dan proses belajar. Dengan
begitu, fasilitator harus selalu punya persiapan yang baik, juga memiliki
beberapa alternatif rencana apabila rencana pertama tidak dapat dijalankan. Bersikap terbuka. Fasilitator membangun
suasana yang mendorong proses saling
belajar dan bertukar gagasan dengan membuat semua peserta merasa diterima dan dianggap
penting.
Fasilitator membangun
kerjasama tim agar peserta berkontribusi terhadap kegiatan belajar. Fasilitator
sendiri harus siap menerima perbedaan pendapat dan penuh perhatian. Fokus seorang fasilitator akan mendorong setiap peserta untuk berbagi
pengalamannya. Resikonya, pembicaraan bisa melebar kemana-mana. Fasilitator
harus menjaga agar diskusi tetap berada di jalurnya. Menyadari keterbatasan diri sendiri dan orang
lain. Seorang fasilitator yang baik paham hal-hal apa saja yang bisa dicapai dalam
satu kurun waktu, dan apa saja yang bisa dibahas lain kesempatan. Juga paham gagasan apa yang bisa diterapkan
dan gagasan apa yang tidak praktis.
Selalu belajar mengkalkulasi.
Fasilitator selalu tahu, berapa orang peserta yang berbicara dan berapa yang
diam saja. Siapa orang yang mengantuk, suka meninggalkan ruangan, atau tidak memperhatikan
lagi. Fasilitator kemudian mencari cara untuk mengatasinya. Menggunakan waktu secara efektif.
Kadang-kadang karena pembicaraan melebar, waktu yang disediakan menjadi tidak
cukup. Seorang fasilitator harus pandai menjaga agar waktu yang tersedia dapat
dimanfaatkan dengan baik. Hal ini membutuhkan subyektivitas dosen
sebagai fasilitator untuk
memperhitungkan: agar penggunaan waktu tidak terlalu kaku, atau sebaliknya
terlalu bebas.. Seorang fasilitator adalah seperti seorang seniman, yang menggabungkan
berbagai unsur (dinamika kelompok, penggunaan metode, penggunaan media) agar
tercipta sebuah keharmonisan dalam proses belajar. Fasilitator adalah
"seniman" yang berkreasi dalam menciptakan semangat dan motivasi belajar
mahasiswa.
Dengan pemahaman tujuan belajar tersebut, diharapkan mahasiswa dapat
dibimbing dan dimotivasi ke arah pemahaman meode dan teknik pembelajaran yang
akan ditempuh, fasilitas belajar, sumber-sumber belajar yang diperlukan sesuai
dengan kebutuhan mereka. Dengan demikian, aktivitas siswa dalam proses
pembelajaran merupakan partisipan aktif melalukan berbagai kegiatan untuk
memperoleh berbagai pengalaman belajar sesuai tuntutan tujuan belajar yang ingin
dicapai
Pandai membaca situasi. Dosen
sebagai fasilitator yang baik, tahu
betul kapan harus berhenti, kapan harus menambah kecepatan, dll. Layaknya
seorang pengemudi, seorang fasilitator harus paham rambu-rambu lalulintas agar
bisa berkendara secara aman dan nyaman. Menghormati dan memberi penghargaan. Dosen
sebagai fasilitator perlu belajar
mengenali kontribusi seseorang dan kemudian menyatakan penghargaannya. Juga selalu berpandangan positif terhadap
semua peserta, menghargai pengetahuan, pengalaman, tradisi atau kepercayaan
yang dianut peserta. Mengenali kekuatan dan kelemahan pribadi. Dosen
sebagai fasilitator selalu
menganggap evaluasi belajar sebagai masukan untuk memperbaiki diri. juga
mengenali keberhasilan dan ketidakberhasilan apa yang dicapai dalam kegiatan
belajar yang sudah dilaksanakan.
Membangun komunikasi dialogis
dan diskusi dalam proses pembelajaran, berbeda dengan mengobrol dan berbincang
tanpa arah. Di dalam prakteknya, seorang fasilitator perlu keterampilan untuk mengoperasionalkan
apa yang telah digambarkan dalam skema daur belajar ini. Partisipasi tanpa
keterampilan akan menjadi jargon belaka karena tidak dapat dijalankan di dalam
kenyataan. Keahlian memfasilitasi seringkali disebut juga sebagai ‘seni memfasilitasi’
karena sebenarnya tidak persis sama seperti jenis keterampilan lainnya. Ada
perpaduan antara penguasaan teknik dengan unsur-unsur kreativitas, improvisasi,
hubungan antar manusia (human
relationship), dan juga keunikan atau karakteristik setiap fasilitator.
D.
Penutup
Pembelajaran partisipatif,
ádalah sebuah upaya pendidik untuk mengikut sertakan mahasiswa dalam kegiatan
pembelajaran mulai dari tahap
perencanaan program, pelaksanaan program dan penilaian program. Pembelajaran
partisipatif dilandasi oleh suatu pandangan bahwa setiap orang pada dasarnya
memiliki pengalaman yang cukup kaya
untuk bisa diolah menjadi bahan pembelajaran. Pendidikan partisipatif,
tentu bukan sekedar teknik, melainkan statu pendekatan atau bahkan paradigma baru
yang meninggalkan paradigma lama. Pendekatan partisipatif harus
mengikuti prinsip-prinsip : Kesetaraan dan kemitraan, transparansi, kesetaraan
kewenangan, keseteraan tanggung jawab, pemberdayaan dan kerjasama. Peran aktif dari seluruh peserta sangat
diperlukan sehingga belajar dan berfikir bersama dalam proses sinergi termasuk
di dalamnya berbagi pengalaman untuk mendapatkan generalisasi dan belajar dari
pengalaman yang ada.
Dengan terlibat dalam pembelajaran partisipasi, diharapkan mahasiswa
dapat dibimbing dan dimotivasi ke arah pemahaman pembelajaran yang akan
ditempuh, fasilitas belajar, sumber-sumber belajar yang diperlukan sesuai
dengan kebutuhan mereka. Dengan demikian, aktivitas mahasiswa dalam proses
pembelajaran merupakan partisipan aktif melalukan berbagai kegiatan untuk
memperoleh berbagai pengalaman belajar sesuai tuntutan tujuan belajar di
perguruan tinggi yang ingin dicapai .
DAFTAR PUSTAKA
Anderman, E. M.Wolters, C. (2006). Values,
goals and affect: Influences on student motivation. In P. AlexanderP. Winne
(Eds.), Handbook of educational
Departemen Pembangunan Internasional (DFID). 2003. Kontribusi untuk mengurangi kemiskinan.
Jakarta
Departemen Pertanian dan DFID. Penerapan
Pendekatan Partisipatif. Deptan. Jakarta.
Hyneman. Ch. S..1959. The Study
Of Politics. University of Illinois Press. Urbanna, Illinois. USA.
Isjoni. 2009. “Pembelajaran
Kooperatif Meningkatkan Kecerdasan Komunikasi antar Peserta Didik”.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Kolb, D.A. (1984): Experiential
learning: experience as the source of learning and development. Englewood
Cliffs, NJ: Prentice Hall.
Knowles, M. 1975. Self Directed Learning. Chicago : Follet Publishing
Company
LGSP. 2005. Local Governance
Assesment Tool. LGAT. Bandung. Indonesia
Mulyasa. E. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Konsep; Karakteristik
dan Implementasi. Bandung : P.T. Remaja Rosdakarya.
Topping, K.J dkk. 2003. Cross Age Peer Tutoring In Mathematics With
Seven And 11 Year-olds:Influence On Mathematical Vocabulary, Strategic Dialogue
And Self-Concept (http://web.ebscohost.com/ehost/pdfviewer/pdfviewer?hid=106&sid=ec
2e7a21-2184-4125-a2f9-fd35e0d518bf%40sessionmgr104&vid=1, diakses pada 20
Agustus 2013 pukul 10:15 WIB).